Sabtu, 03 Maret 2018


PENGERTIAN BUDAYA ORGANISASI DAN PERUSAHAAN, HUBUNGAN BUDAYA DAN ETIKA, KENDALA DALAM MEWUJUDKAN KINERJA BISNIS ETIS



Logo_Gundar.png

3EA15


DISUSUN OLEH:
ANDHIKA REZKY ABIMANYU (10215671)
HAFIF BARABA (12215987)
HASNAN RAHMATULLAH (13215084)
RAFI HANIF (15215523)





A.   KARAKTERISTIK BUDAYA ORGANISASI

Budaya organisasi adalah sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi.

Adapun pengertian Budaya Organisasi menurut beberapa ahli, yaitu :

1.Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.

2.Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263), budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.

3.Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu. ada 7 karakteristik budaya organisasi, yaitu :

·         Inovasi dan pengambilan resiko : tingkat daya dorong karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
·         Perhatian terhadap detail : tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk mampu memperlihatkan ketepatan, analisis dan perhatian terhadap detail.
·         Orientasi terhadap hasil : tingkat tuntutan terhadap manajemen untuk lebih memusatkan perhatian pada hasil dibandingkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil tersebut.
·         Orientasi terhadap individu: tingkat keputusan manajemen dalam mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada di dalam organisasi.
·         Orientasi terhadap tim : tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan secara perorangan.
·         Agretivitas : tingkat tuntutan terhadap orang-orang agar berlaku agresif dan bersaing, dan tidak bersikap santai.
·         Stabilitas : tingkat penekanan aktivitas organisasi dalam memper-tahankan status quo berbanding pertumbuhan.

Masing-masing karakteristik ini berada dalam suatu kesatuan, dari tingkat yang rendah menuju tingkat yang lebih tinggi. Menilai suatu organisasi dengan menggunakan tujuh karakter ini akan menghasilkan gambaran mengenai budaya organisasi tersebut. Gambaran tersebut kemudian menjadi dasar untuk perasaan saling memahami yang dimiliki anggota organisasi mengenai organisasi mereka, bagaimana segala sesuatu dikerjakan berdasarkan pengertian bersama tersebut, dan cara-cara anggota organisasi seharusnya bersikap. (Robbins, 2002 ; 279).
Pustaka :
Robbins, Stephen P., (2002), Perilaku Organisasi, Erlangga

B.    FUNGSI BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi memiliki fungsi yang sangat penting. Fungsi budaya organisasi adalah sebagai tapal batas tingkah laku individu yang ada didalamnya.
Menurut Robbins (1996 : 294), fungsi budaya organisasi sebagai berikut :
1.       Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2.       Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3.       Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
4.       Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5.       Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.

C.    PEDOMAN TINGKAH LAKU

Pedoman perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis dalam melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ perusahaan dan semua karyawan perusahaan.

contoh pedoman perilaku di Jasa Marga :

Prinsip Dasar Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaandan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai(values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya .Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai – nilai perusahaan. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan Pedoman Pokok Pelaksanaan. Nilai-nilai Perusahaan Nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Oleh karena itu, sebelum merumuskan nilai-nilai perusahaan, perlu dirumuskan visi dan misi perusahaan. Walaupun nilai-nilai perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam merumuskannya perlu disesuaikan dengansektor usaha serta karakter dan letak geografis dari masing – masing perusahaan. Nilai-nilai perusahaan yang universal antara lain adalah terpercaya, adil dan jujur.


D.     APRESIASI BUDAYA
Apresiasi Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh penghargaan dan penilaian terhadap hasil budaya  kegiatan menggauli hasil budaya dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap hasil karya.

Apresiasi kebudayaan adalah penghargaan dan pemahaman atas budaya (Natawidjaja, 1980), kegiatan menggauli (kebudayaan) dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik (terhadap kebudayaan) (Effendi, 1974), pendek kata, penghargaan (terhadap kebudayaan) yang didasarkan pada pemahaman (Sudjiman, 1984).

Tujuan apresiasi adalah menumbuhkan kepekaan dan keterbukaan terhadap masalah kemanusiaan dan budaya, serta lebih bertanggung jawab terhadap masalah-masalah tersebut serta menyadarkan kita terhadap nilai-nilai yang lebih hidup dalam masyarakat, hormat menghormati serta simpati pada nilai – nilai lain yang hidup dalam masyarakat.

Jadi Apresiasi Budaya adalah pemahaman dan pengenalan secara tepat sehingga tumbuh penghargaan dan penilaian terhadap hasil budaya dan kegiatan menggauli hasil budaya dengan sungguh – sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap hasil karya.


E.    Hubungan Budaya dan Etika
            Hubungan antara Budaya dengan Etika : Meta-ethical cultural relativism merupakan cara pandang secara filosofis yang yang menyatkan bahwa tidak ada kebenaran moral yang absolut, kebenaran harus selalu disesuaikan dengan budaya dimana kita menjalankan kehidupan soSial kita karena setiap komunitas sosial mempunyai cara pandang yang berbeda-beda terhadap kebenaran etika.
Etika erat kaitannya dengan moral. Etika atau moral dapat digunakan okeh manusia sebagai wadah untuk mengevaluasi sifat dan perangainya. Etika selalu berhubungan dengan budaya karena merupakan tafsiran atau penilaian terhadap kebudayaan. Etika mempunyai nilai kebenaran yang harus selalu disesuaikan dengan kebudayaan karena sifatnya tidak absolut danl mempunyai standar moral yang berbeda-beda tergantung budaya yang berlaku dimana kita tinggal dan kehidupan social apa yang kita jalani.
Baik atau buruknya suatu perbuatan itu tergantung budaya yang berlaku. Prinsip moral sebaiknya disesuaikan dengan norma-norma yang berlaku, sehingga suatu hal dikatakan baik apabila sesuai dengan budaya yang berlaku di lingkungan sosial tersebut. Sebagai contoh orang Eskimo beranaggapan bahwa tindakan infantisid (membunuh anak) adalah tindakan yang biasa, sedangkan menurut budaya Amerika dan negara lainnya tindakan ini merupakan suatu tindakan amoral.

F.      Pengaruh Etika Terhadap Budaya
            Etika seseorang dan etika bisnis adalah satu kasatuan yang terintegrasi sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya, keduanya saling melengkapi dalam mempengaruhi perilaku antar individu maupun kelompok, yang kemudian menjadi perilaku organisasi yang akan berpengaruh terhadap budaya perusahaan.  Jika etika menjadi nilai dan keyakinan yang terinternalisasi dalam budayau perusahaan, maka akan berpotensi menjadi dasar kekuatan perusahaan dan akhirnya akan berpotensi menjadi stimulus dalam peningkatan kinerja karyawan.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara etika seseorang dariu tingkatan manajer terhadap tingkah laku etis dalam pengambilan keputusan.  Kemampuan seorang profesional untuk dapat mengerti dan pekau terhadap adanya masalah etika dalam profesinya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sosial budaya, dan masyarakat dimana dia berada.  Budaya perusahaan memberikan sumbangan yang sangat berartiu terhadap perilaku etis. Perusahaan akan menjadi lebih baik jika mereka membudayakan etika dalam lingkungan perusahaannya.

G.   Kendala Mewujudkan Kinerja Bisnis
            Mentalitas para pelaku bisnis, terutama top management yang secara moral rendah, sehingga berdampak pada seluruh kinerja Bisnis. Perilaku perusahaan yang etis biasanya banyak bergantung pada kinerja top management, karena kepatuhan pada aturan itu berjenjang dari mulai atas ke tingkat bawah.
Faktor budaya masyarakat yang cenderung memandang pekerjaan bisnis sebagai profesi yang penuh dengan tipu muslihat dan keserakahan serta bekerja mencari untung. Bisnis merupakan pekerjaan yang kotor. Pandangan tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat kita memiliki persepsi yang keliru tentang profesi bisnis. Kendala dalam mewujudkan kinerja busnus yang etis yaitu :
  1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah.
Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
  1. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan.
Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
  1. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil
Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
  1. Lemahnya penegakan hukum.
Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
  1. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen.

Untuk presentasi bisa dilihat di file dibawah ini:

Daftar pustaka:
Budi Untung, 2012. Hukum dan Etika Bisnis. Yogyakarta: Penerbit CV Andi Offset.
Hendro Tri Sigit, 2012. Etika Bisnis Modern. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.


0 komentar:

Posting Komentar

Subscribe to RSS Feed Follow me on Twitter!